D-Day My First Surgery: Odontectomy
Hari Senin tanggal 1 Oktober menjadi hari yang tak kulupakan. Rasa penasaran, berani sekaligus takut bercampur aduk jadi satu. Membayangkan gigiki berkurang satu dan jadi ompong berasa 'geli' sendiri. Namun, pengalaman ini sangat bermanfaat bagi orang lain karena aku suka menjadi yang pertama yang tahu dan bisa bercerita ke orang lain dengan semangat. Surat izin 2 hari pun menjadi penghibur di kala penatnya urusan kantor.
Pagi itu, aku berangkat tidak terlalu pagi. Aku berusaha berpakaian dan berdandan seperti biasa, mencari baju yang nyaman supaya tidak menambah kegugupan ketika operasi nanti. Seperti biasa, minta ditemani Mama Si Super Penyabar kami berangkat dari rumah jam 08.30 naik kereta ke Stasiun Bogor dan lanjut naik angkot 03 lalu tiba di RS PMI Bogor jam 09.30. Berbekal surat jadwal operasi (reschedule) aku berjalan ke loket karcis BPJS, menunggu antrian, kemudian dipanggil dan lanjut ke poli gigi. Senin itu tak terlalu banyak orang yang menunggu di ruang tunggu poli gigi jadi aku asumsikan operasi bisa tepat waktu. Aku masuk ke dalam padahal belum dipanggil untuk memberitahu bahwa aku siap dioperasi. Seperti biasa, mas-mas yang berbaju coklat itu menghampiri dan menyuruh aku untuk tunggu dipanggil. Tak lama kemudian namaku berbunyi.
Gak terlalu takut tapi pas disuruh duduk di kursi pasien, rasa dag dig dug itu muncul kembali. Mamaku ikut namun duduk di depan meja dokter.
"Maa.." (muka melas)
"Ayo bisa berani sendiri. Mama di sini."
"Hayo kok masih takut? Harus berani ya.", hibur dokter.
"....."
Aku duduk di kursi pasien, mas-mas perawat ada di sebelah kiriku dan dokter di sebelah kanan, bermasker dan bersarung tangan. Dokter mengatur tempat dudukku supaya mulutku bisa terlihat jelas dengan lampu dan kacamata khususnya. Wajahku menatap langit-langit ruangan dengan jam dinding yang menunjukkan pukul 10.10. Ya Allah, lancarkanlah, doaku dalam hati.
Dokter mengambil suntikan yang pertama, agak gendut dan cara injeksi cairannya di samping suntikan dengan menggunakan jempol. Memberanikan diri dengan mengucap "bismillah" dalam hati dan cuss....ditojos ke gusi luar dekat pipi. Rasanya sih sakit B aja, gak sesakit suntik di tangan ketika imunisasi atau donor darah. Setelah itu, disuntik lagi yg kedua dengan suntikan yg berbeda. Lebih kecil bentuknya dan diinjeksi seperti suntikan pada umumnya. Suntikan yg kedua ini diinjeksi berkali-kali. Aku mendengar suara tek...tek...tek (bukan mie tek tek) kemudian disuruh berkumur. Ketika berkumur, gusi mulai terasa ba'al atau mati rasa.
Dokter mulai mengambil alatnya berupa bor kecil yg bersuara kencang lagi nyaring. Untungnya obat bius itu bekerja dengan baik sehingga aku gak merasakan apa-apa. Setelah dibor, dokter menarik dengan tang untuk mengambil gigi yg pecah. Ketika merasa gigiku kurang 'ogel', dokter menancapkan bor kecilnya lg. Sementara si mas perawat itu memegang penghisap darah dan ludah, dy juga membantu melihat si gigi. Aku mendengar beberapa percakapan ngalor ngidul si dokter dan mas perawat ketika operasi seperti "Gak ikut, saya mending di rumah dengan keluarga." dan "Istirahat". Ternyata dokter juga manusia. Mereka bercakap-cakap mungkin karena terasa 'santai' mengoperasi seperti itu. Tak lama kemudian, aku mendengar suara gigi pecah dan diambil dokter lalu ditaruh di wadah.
"Dok, nanti saya mau lihat ya."
"Iya."
Dokter mengambil suntikan yang pertama, agak gendut dan cara injeksi cairannya di samping suntikan dengan menggunakan jempol. Memberanikan diri dengan mengucap "bismillah" dalam hati dan cuss....ditojos ke gusi luar dekat pipi. Rasanya sih sakit B aja, gak sesakit suntik di tangan ketika imunisasi atau donor darah. Setelah itu, disuntik lagi yg kedua dengan suntikan yg berbeda. Lebih kecil bentuknya dan diinjeksi seperti suntikan pada umumnya. Suntikan yg kedua ini diinjeksi berkali-kali. Aku mendengar suara tek...tek...tek (bukan mie tek tek) kemudian disuruh berkumur. Ketika berkumur, gusi mulai terasa ba'al atau mati rasa.
Dokter mulai mengambil alatnya berupa bor kecil yg bersuara kencang lagi nyaring. Untungnya obat bius itu bekerja dengan baik sehingga aku gak merasakan apa-apa. Setelah dibor, dokter menarik dengan tang untuk mengambil gigi yg pecah. Ketika merasa gigiku kurang 'ogel', dokter menancapkan bor kecilnya lg. Sementara si mas perawat itu memegang penghisap darah dan ludah, dy juga membantu melihat si gigi. Aku mendengar beberapa percakapan ngalor ngidul si dokter dan mas perawat ketika operasi seperti "Gak ikut, saya mending di rumah dengan keluarga." dan "Istirahat". Ternyata dokter juga manusia. Mereka bercakap-cakap mungkin karena terasa 'santai' mengoperasi seperti itu. Tak lama kemudian, aku mendengar suara gigi pecah dan diambil dokter lalu ditaruh di wadah.
"Dok, nanti saya mau lihat ya."
"Iya."
Ternyata baru dua kali dia mengambil gigiku, masih juga dibor. Berarti ada gigi yg masih belum tercabut sempurna. Terlihat usaha dokter untuk menarik dengan tang namun tak berhasil jg. Mulai lah agak gelisah. Gigi gue agak susah nih diajak kompromi, batinku.
"Dok ini akarnya melengkung ya."
Dokter itu lalu pindah posisi yg tadinya di kananku menjadi di atas kepalaku. Mulutku dibuka dan ditarik lebih lebar. Mulailah terasa membuka mulut secara 'manual' itu terasa pegalnya dan lebih ba'al daripada yg pertama. Dan akhirnya tercabut juga dua pecahan gigi lagi.
Setelah berhasil semua bagian gigi tidak ada lagi di tempat bersarangnya, dokter mulai menyiapkan benang jahit. Ini nih bagian klimaksnya. Pikiranku gimana kalau melahirkan disesar ya? Jangan durhaka sama orang tua. Ya Allah maafkan aku suka jahat sama orang tua...
Mata kanan ku melihat dokter sedang memasukkan benang berwarna hitam agak tebal, gak seperti benang jahit baju yg tipis. Panjang banget benangnya, lalu dia masukkan ke kait seperti pancingan dan langsung ditojos ke gusi tanpa aba-aba. Rasanya? Sakit sedikit sih, cuma kayak ada yg ditusuk jarum dan benangnya masuk. Lalu dokter dengan enaknya sampai lengannya melambung ke atas sangking benangnya panjang. Tarik lalu simpul, tarik lalu simpul dan terakhir digunting.
"Sudah selesai", kata dokter
Mas-mas itu menyedot lagi dan menyuruh aku berkumur. Terakhir, dokter memberiku kapas dan obat antiseptik berwarna coklat tua seperti Betadine untuk digigit di bagian lubang. Yes, aku berhasil ompong! Terasa memang kayak ada yg hilang dan gak enak rasanya. Aneh tapi susah menjelaskannya. Mungkin nanti setelah operasi baru bisa terasa.
"Gimana? Terasa pusing gak kepalanya?"
"Gak kok Mas."
"Baguslah."
Bangkit dari kursi pasien dan menatap jam dinding menunjukkan pukul. 10.20 WIB. Sebentar juga operasinya. Pantesan yg jadwal kemarin gak jadi ditinggal sama dokternya hahaha...
Tak lupa aku meminta gigi yg sudah tanggal itu dan dibungkus pakai tissu.
"Kamu duduk sini. Dengerin baik-baik ya. Kapasnya digigit yg kuat sampai jam 12 baru boleh makan. Makannya yg bubur-bubur. Minggu depan tanggal 9 ke sini lagi untuk kontrol jahitan."
"Baik dok."
Mamaku duduk di sampingku dengan wajah yg mengerenyit kayak ngilu. Mungkin pengalaman lihat operasi gigi langsung. Dokter menuliskan resep dan berkas lainnya lalu memberikan berkasnya dan menyuruhku untuk ke ruangan sebelah. Tak lupa ku ucapkan "Terima kasih Dok."
Aku berjalan seperti biasa ke ruangan sebelah lalu memberikan berkas ke mbak-mbak perawat. Mbak itu menyuruhku untuk menunggu sebentar lalu memberikan berkas lagi.
"Mbak ada plastik kecil? Buat simpen gigi ini."
"Oh ya ada. Sebentar ya."
Lalu mbak itu datang dengan membawa plastik kecil dan kertas-kertas.
"Ini resepnya ya. Nanti minggu depan ke sini seperti biasa ya."
"Terima kasih mbak."
Aku keluar dari ruangan dengan perasaan senang lega tapi khawatir sekaligus penasaran. Khawatir akan efek obat bius ini seperti apa rasanya. Sesakit apa sih yg dijelaskan teman-teman dan Google? Aku berjalan ke ruang tunggu pengambilan obat dan menunggu dipanggil. Mamaku masih dengan wajah ngilunya menatapku.
"Ma, habis ini makan yg bubur-bubur. Eh tapi Nanda lupa nanya dingin atau panas ya. Kata temen Nanda sih dingin supaya pembekuan pendarahannya cepet. Kayak orang operasi amandel. Kalo panas nanti takut sakit." (tanya sendiri jawab sendiri)
"Iya makannya nanti jam 12 siang kan kata dokternya."
"Nanda ngeces darah mulu nih. Darahnya ketelen, hii. Ma, coba nih lihat pake senter hape."
"Iya biarin aja memang gitu. Makanya jangan durhaka sama orang tua."
"Iyaaa... Ma, coba pinjem kaca. Mau lihat." (lihat dengan senter hape dan melihat ada simpul benang hitam)
"Coba lihat giginya tadi. Hii jadi terbelah empat ya? Coba disatuin lagi. Cocok gak pasang pasangannya?"
(nyoba menyatukan lagi 4 bagian itu) "Kok gak bisa ya? Kyknya ada yg hilang. Masa ketinggalan sih Ma?"
"Iya ya, kok gak bisa?"
"Gak mungkin ah, dokternya kan profesional. Dia udah sumpah dokter loh. Nanda mau kasih tau Papa giginya kayak gimana." (lalu difoto)
Selama menunggu, aku langsung chat dan pamer foto itu ke temenku dan Papa dan orang kantor. Reaksi mereka adalah ngilu tapi yg paling enak reaksinya adalah temenku yg udah dioperasi juga. Dia memberikan aku saran untuk makan es krim. Intinya menghiburlah. Karna aku share di IGS (Instagram Story), ada beberapa temenku baru tahu kalau operasi gigi geraham bungsu itu di dokter Bedah Mulut. Ada juga yg nanya mau pasang kawat gigi atau tambal. Intinya mereka merupakan kaum awam sementara aku udah berpengalaman hahaha... senang rasanya bisa cerita dan sharing pengalaman.
Lama kemudian akhirnya dipanggil. Aku mendapat 4 jenis obat, yaitu pereda nyeri, antibiotik (as usual), radang dan pendarahan. Semua diminum setelah makan. Tak lupa juga pas di awal ditanya dulu alergi obat atau gak. Sudah SOP.
Pulang dengan perasaan senang lega dan sukses operasi pertamaku.
"Dok ini akarnya melengkung ya."
Dokter itu lalu pindah posisi yg tadinya di kananku menjadi di atas kepalaku. Mulutku dibuka dan ditarik lebih lebar. Mulailah terasa membuka mulut secara 'manual' itu terasa pegalnya dan lebih ba'al daripada yg pertama. Dan akhirnya tercabut juga dua pecahan gigi lagi.
Setelah berhasil semua bagian gigi tidak ada lagi di tempat bersarangnya, dokter mulai menyiapkan benang jahit. Ini nih bagian klimaksnya. Pikiranku gimana kalau melahirkan disesar ya? Jangan durhaka sama orang tua. Ya Allah maafkan aku suka jahat sama orang tua...
Mata kanan ku melihat dokter sedang memasukkan benang berwarna hitam agak tebal, gak seperti benang jahit baju yg tipis. Panjang banget benangnya, lalu dia masukkan ke kait seperti pancingan dan langsung ditojos ke gusi tanpa aba-aba. Rasanya? Sakit sedikit sih, cuma kayak ada yg ditusuk jarum dan benangnya masuk. Lalu dokter dengan enaknya sampai lengannya melambung ke atas sangking benangnya panjang. Tarik lalu simpul, tarik lalu simpul dan terakhir digunting.
"Sudah selesai", kata dokter
Mas-mas itu menyedot lagi dan menyuruh aku berkumur. Terakhir, dokter memberiku kapas dan obat antiseptik berwarna coklat tua seperti Betadine untuk digigit di bagian lubang. Yes, aku berhasil ompong! Terasa memang kayak ada yg hilang dan gak enak rasanya. Aneh tapi susah menjelaskannya. Mungkin nanti setelah operasi baru bisa terasa.
"Gimana? Terasa pusing gak kepalanya?"
"Gak kok Mas."
"Baguslah."
Bangkit dari kursi pasien dan menatap jam dinding menunjukkan pukul. 10.20 WIB. Sebentar juga operasinya. Pantesan yg jadwal kemarin gak jadi ditinggal sama dokternya hahaha...
Tak lupa aku meminta gigi yg sudah tanggal itu dan dibungkus pakai tissu.
"Kamu duduk sini. Dengerin baik-baik ya. Kapasnya digigit yg kuat sampai jam 12 baru boleh makan. Makannya yg bubur-bubur. Minggu depan tanggal 9 ke sini lagi untuk kontrol jahitan."
"Baik dok."
Mamaku duduk di sampingku dengan wajah yg mengerenyit kayak ngilu. Mungkin pengalaman lihat operasi gigi langsung. Dokter menuliskan resep dan berkas lainnya lalu memberikan berkasnya dan menyuruhku untuk ke ruangan sebelah. Tak lupa ku ucapkan "Terima kasih Dok."
Aku berjalan seperti biasa ke ruangan sebelah lalu memberikan berkas ke mbak-mbak perawat. Mbak itu menyuruhku untuk menunggu sebentar lalu memberikan berkas lagi.
"Mbak ada plastik kecil? Buat simpen gigi ini."
"Oh ya ada. Sebentar ya."
Lalu mbak itu datang dengan membawa plastik kecil dan kertas-kertas.
"Ini resepnya ya. Nanti minggu depan ke sini seperti biasa ya."
"Terima kasih mbak."
Aku keluar dari ruangan dengan perasaan senang lega tapi khawatir sekaligus penasaran. Khawatir akan efek obat bius ini seperti apa rasanya. Sesakit apa sih yg dijelaskan teman-teman dan Google? Aku berjalan ke ruang tunggu pengambilan obat dan menunggu dipanggil. Mamaku masih dengan wajah ngilunya menatapku.
"Ma, habis ini makan yg bubur-bubur. Eh tapi Nanda lupa nanya dingin atau panas ya. Kata temen Nanda sih dingin supaya pembekuan pendarahannya cepet. Kayak orang operasi amandel. Kalo panas nanti takut sakit." (tanya sendiri jawab sendiri)
"Iya makannya nanti jam 12 siang kan kata dokternya."
"Nanda ngeces darah mulu nih. Darahnya ketelen, hii. Ma, coba nih lihat pake senter hape."
"Iya biarin aja memang gitu. Makanya jangan durhaka sama orang tua."
"Iyaaa... Ma, coba pinjem kaca. Mau lihat." (lihat dengan senter hape dan melihat ada simpul benang hitam)
"Coba lihat giginya tadi. Hii jadi terbelah empat ya? Coba disatuin lagi. Cocok gak pasang pasangannya?"
(nyoba menyatukan lagi 4 bagian itu) "Kok gak bisa ya? Kyknya ada yg hilang. Masa ketinggalan sih Ma?"
"Iya ya, kok gak bisa?"
"Gak mungkin ah, dokternya kan profesional. Dia udah sumpah dokter loh. Nanda mau kasih tau Papa giginya kayak gimana." (lalu difoto)
Selama menunggu, aku langsung chat dan pamer foto itu ke temenku dan Papa dan orang kantor. Reaksi mereka adalah ngilu tapi yg paling enak reaksinya adalah temenku yg udah dioperasi juga. Dia memberikan aku saran untuk makan es krim. Intinya menghiburlah. Karna aku share di IGS (Instagram Story), ada beberapa temenku baru tahu kalau operasi gigi geraham bungsu itu di dokter Bedah Mulut. Ada juga yg nanya mau pasang kawat gigi atau tambal. Intinya mereka merupakan kaum awam sementara aku udah berpengalaman hahaha... senang rasanya bisa cerita dan sharing pengalaman.
Lama kemudian akhirnya dipanggil. Aku mendapat 4 jenis obat, yaitu pereda nyeri, antibiotik (as usual), radang dan pendarahan. Semua diminum setelah makan. Tak lupa juga pas di awal ditanya dulu alergi obat atau gak. Sudah SOP.
Pulang dengan perasaan senang lega dan sukses operasi pertamaku.
Sudah tua.. giginya tinggal dua
ReplyDelete