Trip to Bandung with Cabe Foundation

Bandung, 24 - 26 November 2017

Liburan singkat yang penuh canda tawa. Itulah kesan pesan sesudah aku mengikuti trip singkat ini. Bahkan sampai sekarang, belum bisa move on. Ternyata memang itulah indahnya pertemanan. Ukhuwah terus jalan walau kita sudah terpisahkan oleh nasib masing-masing.

Awalnya aku ikut karena udah lama gak silahturahmi bareng. Baru sempat kemarin itu. Itu pun sebenarnya pas tanggal tua hehehe. Aku memesan tiket pergi sebagai orang kedua dari terakhir jadi duduknya sendirian hiks. Sementara pulangnya aku bersama Ina lebih awal satu jadwal kereta yaitu pk 16.10 dengan kedatangan pk 19.27 WIB. Pulang lebih awal supaya masih dapet akses pulang ke Bogor sih, bukan karena gak mau bareng mereka.

Tiket PP sudah ready, tinggal menunggu waktu hari H. Sampai akhirnya waktu itu tiba juga. Hari Jumat pagi, aku packing dengan satu ransel dan satu tas tentengan melaju ke kantor.
Pikiran di kantor : "Cepat-cepat jam 16.30 aja deh."
Tapi, Jumat itu memang tidak terlalu banyak kerjaan menumpuk jadi di kantor masih terlihat "profesional" hahaha....

Jam sudah menunjukkan pk 16.45, atasan-atasan sudah mulai meninggalkan ruangan. Tinggal cari rute busway yang bisa dari Halte GBK ke Stasiun Gambir. Honestly, ke Stasiun Gambir (benar-benar masuk) baru dua kali (termasuk ini). Browsing dulu tuh "Rute Busway ke Stasiun Gambir" dan nemu! Tapi merasa gak yakin gitu, akhirnya nanya ke teman kantor. Sarannya sih mending pake Go-Jek. Wes... berhubung hari Jumat macicah mochtar dan udah jam 17.00, langsung deh pesen.

Sepanjang perjalanan, abang Go-Jek-nya agak kepo gitu sih "mau kemana" "orang mana" dan sebagainya. Tapi gak apa lah, sebagai penghibur di jalanan Jakarta yang padat merayap kala itu.

Akhirnya sekitar pukul 18.00 aku tiba di Stasiun Gambir (untuk kedua kalinya). Excited banget akhirnya kesampaian naik kereta ke Bandung. Padahal selama ini naik kereta Jabodetabek tiap hari haha. Aku langsung mengabari grup Bandung Ashoy kalau sudah tiba duluan dari pada mereka. Duduk sebentar, bernapas, lalu aku mencetak semua tiket teman-temanku dan tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 19.00. Setelah itu, muncul chat kalau satu per satu temanku sudah mulai berdatangan. Yang pertama datang adalah Ajeng, si putih berkacamata besar yang tak lupa selalu memakai eyeliner. Aku berjalan agak cepat, karena akhirnya setelah wisuda, aku bertemu lagi wajah mereka, kangen rasanya. Aku ingin melihat apakah mereka berubah (kurusan, gemukan, jerawatan, tinggian, dll). Setelah Ajeng, lalu Ayu, Wulan, Dea, Ira, Ika, dan Oryza muncul. Ternyata, mereka semua gak berubah casing maupun spek (emangnya smartphone?) walaupun ada sih yang gemukan haha. Kami singgah di McD sebentar membeli makanan agak berat sebagai pengganjal di kereta malam.

Tibalah keretaku dan masuklah kami beriringan. Naik ke eskalator dan aku melihat kereta malamku. Kereta ekonomi antar kota. Dari kaca luar, aku memandang tempat duduknya, nyaman sepertinya. Apalagi ada charger-an di bawah meja kecil. Mataku minus sambil mencari-cari gerbong bertuliskan Ekonomi 3, masuk, taruh tas, duduk sebentar merasakan empuknya kursi ekonomi, lalu ke WC. Kebetulan aku duduk sendirian karena memang dari awal antara ikut gak ikut dan in the last minute barulah memutuskan untuk ikut ke Bandung. Tapi tempat duduk bagian kiriku (bukan di sebelah) pas teman-temanku jadi, masih bisa untuk bercanda mengobrol berisik ganggu penumpang lain.

Sepanjang perjalanan malam, kami berisik sekali. Maklumlah first travel bareng-bareng yang udah jadi wacana bertahun-tahun. Bercerita tentang kehidupan pasca kampus setelah di wisuda. Ada yang dapat beasiswa S2, ada yang jualan online, ada yang berencana menikah dalam waktu dekat, ada yang masih jojoba, ada yang masih pdkt, ada yang pacaran, ada yang kerja kantoran, dll. Dalam hatiku, mereka semua masih sama, senang rasanya. Tak lama kemudian, aku tertidur sesaat, berharap kereta ini cepat sampai dan waktu bisa berhenti karena ini yang aku butuhkan di kala jenuhnya pikiran di kantor. Belum sampai Bandung, aku terbangun dan lapar. Minta snack ke teman-temanku lalu menghosyip ria ribut-ribut sampai tak terasa tiba di Bandung sekitar pukul 23.00.

Setibanya di sana, kami dijemput Bapaknya Wulan naik mobil Avanza. Sepuluh orang dimuat-muatin, plus Ina yang sudah duluan tiba di Bandung karena urusan kantor dan Bapaknya Wulan. Malam hari tak banyak yang bisa dilihat dari Stasiun Bandung dan sekitarnya. Mobil melaju agak cepat supaya kami bisa cepat sampai di rumah Nininya Wulan, di gang kecil di pinggir jalan besar. Kami disambut hangat oleh keluarga Wulan. Kasihan jadi tak enak hati merepotkan Nininya terutama. Sebelum tidur di atas, kami rebahan sebentar, bilas (ada yang mandi malam dgn air dingin banget), dan gosok gigi. Setelah itu, aku gak bisa tidur dan kami semua berhosyip lagi, bersambung dari episode di kereta. Wulan sebagai bedtime story teller bersemangat bercerita apalagi audiensnya semua aktif bertanya (Ina tidak terganggu dalam mimpi indahnya) mengalahkan kelas praktikum di kampus. Hosyip teman sekampus ternyata seru-seru. Sumpah gak nyangka aku ketinggalan banyak sekali hosyip teman sekelas yang ternyata si X dan Y atau si A dan B begindang dan begonoh. Sesaat setelahnya, aku tertidur karena jam sudah menunjukkan pukul 2 dini hari.

Bangun tidur dan...yeay.... 
Hari pertama travelling! Kami semua bangun agak kesiangan lalu sholat subuh bagi yang belum kedatangan tamu bulanan, mandi pagi antre, dan sarapan pagi. Satu teman kami dari Cikampek tapi sekarang lagi di Bandung, ikutan juga, namanya Tikka. Orangnya suka berfoto genic dan pintar banget tapi, sudah sold out setahun lalu haha. Keluarga Wulan sudah repot-repot masak ayam goreng, lalapan, sambal, tempe tahu goreng, dan tumisan. Kami makan, lalu berdandan cantik, dan pamit ke keluarga Wulan untuk melanjutkan perjalanan.

Pagi hari itu cuaca tidak terlalu terang, agak berawan, tapi udaranya dingin sekali. Semangat sekali rasanya pagi itu karena tak sabar menikmati pemandangan Bandung. Elf sewaan seharian sudah menunggu di depan gang, naik Elf untuk kali pertama, berdoa, and...cuuss...berangkat! Aku duduk di dekat jendela kesukaanku. Sepanjang perjalanan, kami bercanda sebentar lalu menikmati segarnya angin pagi hari sepoy-sepoy.

Tak lama kemudian, sekitar pukul 10 pagi, kami tiba di tempat singgah pertama kami yaitu Dusun Bambu Lembang. Terkenal sekali tempat ini di Instagram anak-anak muda. Emang sih dilihat-lihat dari fotonya Instgramable, istilahnya begitu. Sumber daya alam bambu dijadikan desa wisata ini memang konsep yang bagus banget, khas Sunda banget deh. Di gerbang utamanya, sudah disambut dengan bambu-bambu yang ditancapkan berdiri, tinggi-tinggi pulak. Masuk berbayar tiket sebesar 25k IDR per orang lalu mencari spot yang bagus buat berfoto. Di dalamnya bagus sekali, indah, rapih, banyak pohon tinggi, dan restoran bagus. Perhatian kami tertuju di saung-saung bambu di tepi waduk/kolam. Backgroundnya bagus untuk berfoto karena masih cerah pagi hari. Inilah spot foto pertama kami.
Kami bergantian dengan sekelompok orang yang didominasi laki-laki sekaligus meminta tolong mereka untuk memfoto kami. Satu...dua...tiga...cheese! 😍

Kongres Cabe (+perwakilan Lamboys) Di Dusun Bambu Lembang


Setelah foto bareng-bareng, wajib bagi para ciwik minta difoto sendirian buat diupload dengan caption inspiratif atau gak biar ada bahan buat ganti profile picture di salah satu medsosnya. Maklumlah, selagi muda dan cantik, boleh doongg.... kan buat self-branding juga ha ha ha.... 😆

Setelah foto ke sekian kalinya, terpilihlah satu yg bagus

Udahan fotonya karena capek senyum dan gak enak sama orang lain yang udah nunggu, kami lanjut ke tempat lain. Tak tentu arah tadinya, bingung mau foto di mana lagi. Lalu, Ina yang udah pernah ke sana, menyarankan kami untuk berfoto di area pohon-pohon tinggi. Pohon-pohon tinggi ini mengingatkanku sama lagu di film Disney Princess Pochahontas yang menggambarkan betapa pentingnya kita harus menjaga keseimbangan alam. Di antara pohon-pohon itu ada jembatan penghubung jalan dari bambu/kayu. Jembatannya tinggi sekitar 2-3 meter dari tanah. Dari atas, juga terlihat semacam permainan anak-anak yang ada kelinci-kelinci berlarian bebas. Senang banget Ternyata di pohon-pohon itu ada saung tempat makan yang dibuat seperti sangkar burung. Sangkar burung yang melingkar di tengah batang pohon. Kami berfoto di jembatan (sepi dari orang lalu lalang) penghubung jalan antar pohon-pohon besar dan sangkar burung itu. 

Foto selfie di jembatan pohon tinggi

Matahari tidak terlalu terlihat sinarnya, namun orang-orang sudah mulai banyak berdatangan. Perut juga sudah mulai kasih sinyal E. Kami ingin pergi dari sini supaya gak macet di tempat singgah kami selanjutnya sekaligus makan siang. Next...kita ke Grafika Cikole. Tempat ini sih katanya semacam hutan pinus gitu, ya ga jauh beda sama foto-foto di tengah-tengah hutan. Dan sebenarnya, kebanyakan dari kami ingin langsung ke Farm House Lembang. Tapi, berhubung direkomendasikan sama supir Elf dan memang searah dengan Farm House Lembang, weslah...cuusss....

Sesampainya di sana, banyak bus besar parkir dan banyak restoran dan jualan oleh-oleh. Pikirku sih sepertinya tempat rekreasi alam keluarga yang ada outboundnya. Berbayar masuk 25K IDR dan ternyata dalemnya luaass banget, ada tempat penginapan di rumah-rumah kecil macam hobbit atau kurcaci gitu. Ada juga yang penginapannya berupa rumah dari kayu-kayu dan tenda putih di tengah-tengah hutan berpohon tinggi. Di tiketnya kita juga bisa dapat macem-macem pilihan gratis seperti jus stroberi gratis kalau ke perkebunannya (dan kalau beruntung sedang berbuah bisa dapat gratis juga), dapat sosis dan bakso bakar gratis, dll (lupa). Ada flying fox juga, tapi bayar lagi kalau gak salah. Pokoknya bisa ditukar sesuai ketentuan yang berlaku. Jalanannya berbukit-bukit, naik turun naik turun. Capek juga sih. Aku sih ngikut aja anak-anak pada ke mana, dan karena memang laper, jadi kami istirahat di tempat penukaran sosis dan bakso bakar.  Ada juga yang beli tambahan bakso. Sedangkan aku, Ika, Ina, dan Dea, ke tempat penukaran jus stroberi. Jalan lagi turun ke bawah terus nanjak ke atas. Walau capek, tapi demi jus stroberi hehe. Setibanya di tempat penukaran jus stroberi, kami langsung tuker dengan jus karena haus banget. Jus stroberinya kental, benar-benar buahnya banyak, gak cuma airnya doang dan manisnya pas. Yuummm.... dan ternyata dapet gratis kasih makan rusa-rusa dengan wortel. Aku, Ina, Ika, Dea bergantian kasih makan wortel ke rusa-rusa kelaparan itu. Dea takut-takut banget ngasih makan wortel doang ke rusa, takut kena tanduknya, diseruduk hahaha. Ngasihnya kayak orang PHP, nodongin wortel ke rusa, abis itu kalau udah dekat rusanya, dilempar deh wortelnya. Dasar Dea... Kalau aku sih senang dan berani sama binatang, asal gak gigit dan bawa sabun cuci tangan. Takut kena bulunya yang kotor. Wortelnya abis, lalu kami mampir ke perkebunannya di semacam kotak nursery besar, sayang sekali sedang tidak berbuah. Jadi kami foto-foto berlagak buahnya ada hahaha.


Hei rusa jantan, jangan seruduk!

Setelah perut agak kenyang (si rombongan makan bakso dan sosis sementara rombongan stroberi dan rusa masih laper), kami janjian lagi di Elf sembari beli jajanan cilok di pinggir jalan. Jajanan aci-acian memang terkenal di Bandung. Cilorlah, Ciloklah, Cimollah, dll. Tapi, biasa aja sih yang Cilok di situ. Masih enakan yang di deket rumah. 

Tak lama kemudian, kami berangkat ke Farm House Lembang. Di perjalanan, aku tertidur karena ngantuk banget, bangun-bangun udah sampai di Farm House Lembang. Ini dia destinasi yang aku pengen banget. Terkenal banget sih, browsing di Instagram ada peternakan anak sapi dan domba yang bisa kita kasihkan susu ke mereka. Lucu banget kan anak sapi minum susu hihi. Ada yang sewa baju ala-ala gadis ternak di luar negeri yang dressnya warna merah, rendanya banyak (pasti gatel), dan bawahannya mekar banget seperti princess. Setelah berbayar lagi 25K IDR, turun dari Elf, langsung kami menuju tempat penukaran susu gratis dari tiket masuk itu. Lagi-lagi mirip yang di Cikole, bisa ditukar dengan apapun yang seharga 25K IDR itu. Aku pilih susu rasa stroberi. Susunya enak dan agak kental. Aku icip yang rasa coklat dan rasa plain ternyata enak juga yang plain. Susunya segar.
Tempatnya lagi rameee banget. Agak males memang tempat wisata yang lagi rame. Tempatnya banyak banget outlet-outlet makanan dan jalanannya agak sempit. Aku melihat ada gadis dengan dress merah itu dan tempat sewanya, antre banget. Tempat makanannya sih ya...mirip restoran-restoran pada umumnya, ala-ala modern klasik seperti di luar negeri namun pemandangannya Indonesia banget. Hijau pepohonan, udara dingin, dan bunga-bunga yang berwarna-warni menjadi pemanis pemandangan hijau. Banyak sekali spot foto bagus tapi karena ramai jadi agak mager. Ira, si Mamak Cabe, gak suka susu (sayang banget) jadi dia mau nuker tiket masuk tadi dengan makanan di restoran. Akhirnya, setelah milih-milih menu makanan dan restorannya, terpilih juga di restoran Coffee (lupa nama lengkapnya). Tapi, aku dan Ina tidak ikut rombongan Mamak. Kami ingin melihat-lihat yang lain. Muter-muter, nemu rumah Hobbiton. Oalah ternyata tempat semua orang foto tuh di sini toh. Terus ke tempat anak-anak sapi dan domba. Mau kasih minum susu anak sapi bayar lagi, bukan gak ada duit tapi kandangnya juga bau sangat. Udah gitu berebutan sama anak kecil. Muter-muter capek, akhirnya Ina beli oleh-oleh pesanan temannya dan aku beli permen susu karamel dan yoghurt buah. Setelah itu kita ke tempat rombongan lain di Coffee shop yang berlantai dua. Kami makan spaghetti, zuppa soup, dan maccaroni. Aku sih icip-icip saja. Agak lama di sana, kami istirahat dulu dan foto-foto bagi yang belum puas berfoto. Perut kenyang, bosan menyerang, senja sudah hampir tiba, kami pergi dari Coffee shop itu tapi mampir sebentar di rumah Hobbiton untuk foto terakhir. 


Di Rumah Hobbiton

Sore itu, kami terkena macet yang lumayan panjang. Di Elf, kami ngobrol bersenda gurau saja. Dan....kami memutuskan untuk membeli baju di Mayoutfit. Aku belum pernah ke sini tapi katanya sih bajunya kekinian dan murah-murah. Ternyata memang bajunya ciwik-ciwik yang kekinian dan murah-murah banget. Dibawah 100K semua rata-rata. Udahlah, semuanya sibuk sendiri-sendiri. Coba ini, coba itu. setelah beberapa kali coba, akhirnya pilihanku jatuh pada baju tunik coklat muda dengan renda sedikit di antara bahu dan lengan atas dengan bahan yang tebal namun jatuh.

Langit sudah gelap dan adzan maghrib berkumandang, kami sudah membawa belanjaan baju masing-masing. Kami ingin makan malam Bebek Ali di dekat kampus Unpad. Perjalanan ke sana agak macet, terpaksa kami menahan lapar lagi di jalan. Sesampainya di sana ternyata rameee banget tapi untungnya memang rezeki anak sholehah, langsung dilayani dan makanan dateng gak pake lama. Terkenal banget ya Bebek Ali ini? Pantesaann....karena murah, ayam dan bebeknya gede. Sambelnya sih kurang menurutku karena kurang pedas dan terlalu encer. Kebanyakan tomatnya sepertinya. Tapi overall enak, 8/10. Udah gitu Mas-Mas penjualnya juga ikutan bikin rame suasana karena band-nya nyanyiin lagu yang pas banget sama trip kita kali ini.

Setelah perut dapet sinyal 4G lagi dan jam sudah menunjukkan sekitar pukul 19, kami balik lagi ke Elf. Ternyata Tikka atau Timus pulaangg... Sedih karena keseruan berkurang satu. Balada istri orang jadi gak bisa lama-lama hedon sama perawan-perawan. Akhirnya kami berpisah di perempatan sambil si Ayu dan Ika nguleg bareng (Mimih Perih) hahaha, ngakak di perempatan jalan Dipati Ukur. Untung udah malem jadi gak terlalu diperhatiin orang. Elf sewaan kami pun sudah mencapai batas limitnya, karena kami hanya memesan 16 jam, terhitung sejak tadi pagi, jadi masih ada sebelum jam 23.00. Sebelum pulang ke penginapan kami di Cihampelas Homestay, kami beli oleh-oleh dulu di Kartika Sari dan setelah itu berpisah dengan Babang Elf. 

Sekitar pukul 22.30 kami sampai di Cihampelas Homestay, tempat penginapan malam ini saja sebelum besok pulang. Tempatnya seperti rumah, ada dapur, kamar mandi dalam 2 plus heater, ruang tamu, ruang keluarga, dan 3 kamar tidur, lengkap dengan furniture meja makan, lemari, TV, wifi, setrikaan, lengkap deh. Aku mampir beli jus di persis di sebrang rumah kami sementara yang lain milih kamar masing-masing. Aku sih ikut saja dengan siapa saja boleeehh....dan setelah itu langsung mandi air hangat, dan tewas duluan. 

The last day...
Kalau udah hari-hari terakhir gini suka baperan campur mageran buat Seninnya. Minggu pagi, seperti biasa selalu bangun kesiangan. Beruntungnya lagi halangan. Bangun pagi, langsung cari makanan sisa-sisa semalam. Setelah itu, antre mandi dan kita sarapan pagi di Teras Cihampelas. Waktu terakhir ke Bandung, mungkin pertengahan 2017, teras ini belum ada. Teras ini persis di atas jalanan utama Cihampelas seperti jembatan dengan besi yang memanjang di sepanjang jalanan utama Cihampelas. Di teras ini, seperti pedagang kaki lima, namun diatur sehingga rapi. Aku sendiri membeli Colenak sedangkan yang lain beli Batagor Kuah, Siomay, dan Pecel Sayur (kalau gak salah). Colenak ternyata manis giung karena merupakan peuyeum bakar yang diberi kuah gula aren campur parutan kelapa. Enak dan manis. Aku suka mencoba makanan baru yang belum pernah aku makan dan ingin makanan khas suatu daerah.

Setelah makan-makan, kami pergi ke Cihampelas Walk (Ciwalk). Ciwalk ini sebenarnya mall dengan konsep outdoor. Unik desain mallnya, menurutku. Sudah pernah ke sini sih sebelumnya waktu malam hari, tapi belum pernah menjelajah ke semua tempat. Kami mampir ke Mini So, lalu berpencar-pencar sesuai keinginan window shopping masing-masing. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 13.00. Jadwal kereta pulangku adalah jam 16.10. Akhirnya, kami langsung kembali ke homestay untuk packing sebentar dan.... sambil menunggu abang Go-Car, kami berfoto-foto lagi di dalam kamar. Dua kamar di homestay ini memiliki wallpaper yang lucu, yaitu garis zig zag berwarna biru putih dan satu lagi kuning putih. Ayu, pemilik kamera Instax Mini, juga ingin memberikan kami masing-masing satu film untuk kenang-kenangan. Fyi, kertas film kamera ini mehong loh dan 1 pax cuma berisi 10 kertas film. So, harus hemat dan gak boleh salah jepret. Request kertasnya Wulan, berlatar belakang dapur homestay yang berwarna kuning. Dia ingin minta foto di sana (kurang menarik backgroundnya) karena dia mau langsung balik bersama keluarganya. Jadi, di tempat singgah terakhir kami sebelum balik Jakarta yaitu Chinatown yang kebetulan dekat dengan Stasiun Bandung, Wulan sudah berpisah (hiks). Setelah berkenang-kenangan di kamar homestay, kami pun menuju ke China Town dengan Go-Car. 

Sesampainya di sana, ternyata Chinatown itu ada di dalam gedung. Tidak luas seperti di suatu kawasan/area, dugaan awalku. Agak ragu aku dan Ina ingin masuk ke sana bayar lagi 25K IDR kalau cuma sebentar karena ingin mengejar kereta. Tapi, yasudahlah masuk saja. Setelah bayar tiket dan menitipkan barang-barang di satpam, kami pun masuk. Dalamnya benar-benar nuansa Chinese. Lampion, toko-toko dengan dominan cat merah, saung merah, lagunya, makanannya, dan cinderamatanya. Ingin rasanya membeli kipas-kipasan tapi transaksi di sini harus menggunakan kartu Flash BCA. Yah, males deh keluarin uang elektronik, lagian juga gak punya rekeningnya. Weslah, kami mencari spot foto saja untuk kertas film Instax masing-masing. Aku meminta latar belakang dinding yang sudah dicat dan didesain seperti pasar tradisional Cina. Cekrek....dapatlah punyaku yang bagus posenya hahaha...untuk berfoto ini kami harus gantian satu-satu dan no mistakes karena kertasnya terbatas. Setelah dijepret, ditunggu beberapa menit, dan voila...kertas foto tiba-tiba muncul warna dan gambar kami. Semua orang sudah dapat masing-masing kertas filmnya, lalu kami kumpulkan bersama-sama dan difoto lagi. Senang sekaliii rasanya dapet kertas foto Instax gratis dari Ayu hehe (makasih Ayu :3). Lucuuu...karena warna fotonya bernuansa gelap ala ala vintage gitu. Punyaku gantian dengan punya Ira karena di kertas filmnya Ira, poseku lebih cantik dan posenya dia pun lebih cantik di kertas filmku wqwqwq.... Dasar ciwik! 

Eh ada Ika di belakang 😜
Di China Town
Hasil foto dengan Instax Mini, lucu kan?
Jam sudah menunjukkan pukul 15.15 akhirnya aku dan Ina memutuskan untuk pulang duluan ke Stasiun Bandung. Sedih rasanya pamitan, cipika cipiki. Pengen rasanya lebih lama dengan mereka, tapi ada tugas negara menanti besok. Kalau ikut mereka, keretanya malam sekali tiba di Jakarta. Aku dan Ina memesan Go-Jek sembari menunggu, kami beli makanan untuk di kereta.

Sesampainya di Stasiun Bandung, kami langsung print tiket dan antre lalu mencari kereta ke Jakarta. 
"Jakarta di mana Pak?" 
"Jalur 4. Stasiun Gambir. Jakarta."
Langsung kami naik ke kereta dan mencari gerbong kelas Ekonomi 10 A/B dan tak lama kemudian, kereta berangkat.... Goodbye Bandung.... 
Perjalanan selama 3 jam 10 menit itu tak terasa. Awal-awal kereta berangkat, aku melihat pemandangan desa Bandung di dekat lembah yang hijau dan sawah membentang luas dengan suburnya. Segarnya pemandangan itu menembus kaca kereta sehingga segar dinginnya juga bertambah dengan AC kereta. Beginilah rasanya pergi ke luar kota dengan kereta bersama teman-teman tercinta. Tak bosan-bosannya ku pandangi foto-foto kami selama di perjalanan pulang. Sebenarnya sih milih-milih foto mana aja nih yang lagi posenya cantik dan gak kelihatan gendut chubby buat diupload di Instagram hahaha....klasikal perempuan ya begitulah.... harap maklum loh, mumpung muda dan cantik ;3

Aku dan Ina berencana untuk turun di Stasiun Jatinegara agar lebih mudah pulang ke arah Bogor dari pada mesti turun di Stasiun Gambir. Kami berpisah di Stasiun Jatinegara dan kami pun pulang masing-masing. 

Sengaja aku cek grup WhatsApp ketika di perjalanan pulang ke Bogor, melihat mereka kloter terakhir lagi di mana, ngapain saja. Hahaha....ternyata mereka sedang asik ke alun-alun kota Bandung. Ada video Dea yang lagi-lagi takut ngasih amplop ke mulut Barongsai (kayaknya ini waktu masih di China Town sesaat aku dan Ina pulang). Ngakak banget, dasar Dea... mungkin amplopnya berisikan doa jodoh hihi... Ada lagi si Mamak Ira lagi tewas ngorok di kereta, divideoin... Kasihan Mamak kecapian...

What an amazing short escape! Thank you so much, guys! 💋
See you on our next trip...
































Comments

Popular posts from this blog

Menuju Operasi Pertamaku: Odontectomy (2)

Menuju Operasi Pertamaku: Odontectomy

Menuju Operasi Pertamaku: Odontectomy (3)